Summit Attack di Tambora, Tunggu Sunset di Kenawa
Tambora gunung yang terletak di Pulau Sumbawa engan kaldera terbesar di dunia, adalah penyebab year without Summer pada 1816 di Eropa. Fakta itu menarik kami untuk mengunjungi gunung dengan ketinggian 2.851 mdpl tersebut.
TANGGAL 10 Mei berangkat. Tim kami yang berangkat beranggota 10 orang terbang dari berbagai kota di Indonesia dan berumpul di Bima. Sayang, seorang teman kami dari Singapura tertinggal pesawat. Maka, dia melewatkan perjalanan ini.
Dari Bima kami menyewa dua mobil Avanza menuju Desa Pancasila. Perjalanannya memakan waktu enam jam.sepanjang jalan kami sering dibuat kaget karena banyak sapi dan kerbau yang melintas di jalan. Kata sopir kami, merekalah "preman" di Sumbawa ini. Tak jarang, terjadi kecelakaan dan korbannya meninggal karena menabrak kerbau atau sapi yang melintas tiba-tiba.
Kami menginap semalam di homestay kayu Desa Pancasila. Esoknya kami mulai mendaki Gunung Tambora. Jalur Desa Pancasila cukup bervariasi, naik turun bukit serta tidak seberat kebanyakan gunung di Jawa. Setelah enam jam perjalanan, kami pun tiba i pos 3 dan mendirikan tenda.
Pukul 1 pagi saatnya summit attack! trek menuju puncak cukup jauh dan berat jika dibandingkan dengan trek mnuju pos 3. Namun, jerih payah kami terbayar di puncak. Kami menyaksikan kaldera terbesar dengan diameter 7 km serta Gunung Rinjani di kejauhan. Puas ber-selfie dan wefie ria, kami kembali ke tenda. Malam kedua kami habiskan dengan bernostalgia akan perjalanan yng pernah kami lewati bersama.
Kebanyakan penumpang adalah warga yang membawa karung beras untuk dijual di Lombok. Karena itu, perjalanan yang seharusnya tujuh jam molor jadi 12 jam. Sebab, bus berkali-kali berhenti untuk mengangkut brkarung-karung beras. Bahkan, atap dan lorong bus sampai tidak terlihat lagi, penuh dengan karung-karung beras. Pengalaman yang lucu dan unik bagi kami.
Pukul 11 malam, kami tiba di Pelabuhan Pototano. Seorang calo kapal menawari kami untuk langsung menyeberang ke Pulau Kenawa, tujuan kami berikutnya. Jadilah kami menyeberang pukul 1 pagi dengan kapal nelayan, bagaikan imigran gelap.
Pulau Kenawa adalah pulau kecil dengan satu bukut kecil di ujung barat Pulau Sumbawa. Pulau itu tidak berpenghuni. Kami pun mencari tempat yang nyaman untuk membangun tenda dan menikmati malam yang bertabur bintang.
Pagi kami berjalan mengelilingi Pulau Kenawa. Beruntung, banyak teman yang merupakan fotografer. Bahkan, seorang di antara mereka membawa drone dan kamera GoPro. Jadi, kami bisa mengabadikan tempat yang indah itu dengan maksimal.
Ketika matahari semakin tinggi, kami berenang di laut. Kami melompat ke air dari dermaga. Pantai Kenawa memang sempurna. Airnya jernih kebiruan, pasir putih yang lembut, dan terumbu karang penuh ikan berwarna-warni. Kami menunggu hingga sunset di Pulau Kenawa sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Paserang.
Pulau Paserang juga merupakan pulau kecil yang dijaga dan dikelola penduduk sekitar. Pulau itu menyediakan pondok-ponok kayu dengabn biaya sukarela.
Sebuah insiden terjadi ketika kami berlabu di dermagan goyang Pulau Paserang. Kapal kami miring karena tidaak seimbang. Untungnya, beberapa teman sigap an cepat berenang keluar dari perahu sehingga perahu tidak sampai terbalik.
Malam itu adalah malam terakhir kami sebelum pulang ke kota masing-masing. Kejadian kapal miring menjadi penutup yang manis dari rngkaian perjalanan ini. (*/c6/jan)
Sumber : Jawa Pos . 14 Agustus 2015
disalin oleh :(er)
Komentar
Posting Komentar