Mendaki Atap Tertinggi Sumatera
Bagi Komunitas pecinta alam, merayakan pergantian tahun dengan mendaki gunung sekan sedah tradisi. Itulah yang juga dilakukan Ari Ganesa Akhir tahun lalu. Dia mengikuti open trip pendakian yang diadakan Tiga Dewa Adventure. Menaklukan gunung yang diimpikan sejak lima tahun silam:Kerinci
KERINCI termasuk dalam seven summit Indonesia sekaligus gunung berapi tertinggi di Asia Tenggara. Gunung dengan ketinggian 3.805 mdpl tersebut berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kawasan yang juga merupakan habitat asli harimau sumatera dan badak sumatera yang kini populasinya terus menurun.
TNKS dan tetangganya, Taman Nasional Gunung Leuser dan Selatan, dinobatkan UNESCO sebagai situs warisan dunia. Meski bukan pendaki profesional dan tidak berasal dari kelompok pencinta alam, menurut saya, memperingati pergantian tahun dengan mendekatkan diri ke alam merupakan salah satu cara terbaik. Juga melepas penat di sela-sela bekerja.
Jumat sore (30/12) saya tiba di Desa Kersik Tuo, Jambi. Itu adalah desa terakhir sebelum pendakian. Tersaji pemandangan yang menawan dengan hamparan lahan kebun teh kayu aro seluas 2.500 hektare.
Keesokannya (31/12), bersama sekitar 30 pendaki, saya menuju ke pos Pintu Rimba (1.809 mdpl) via Kersik Tuo. Jalan setapak menyambut kami mulai pos Pintu Rimba hingga selter 1 di ketinggian 2.505 mdpl.
Pendakian ke puncak dijadwalkan dalam waktu dua hari setu malam. Gunung berapi aktif tersebut menjadi magnet bagi para pendaki. Menjelang momen pergantian tahun, ada sekitar 600 pendaki yang berkunjung ke Kerinci. Bukan hanya pendaki tanah air, saya jiga bertemu pendaki asal Malaysia dan Singapura.
Perjalan darei selter 2 (3.056 mdpl) menuju selter 3(3.291 mdpl) merupakan trek yang paling menyiksa. Curam dan sulit dilalui. Tak jarang kami harus melewati celah-celah sempit di antara batuan dan pepohonan. Tanah yang licin karena guyuran hujan juga menjadi kendala tersendiri. Kami juga diburu waktu agar secepatnya tiba sebelum malam menjelang.
Akhirnya, dengan perjuangan keras, kami tiba di selter 3 setelah senja, sekitar pukul 18.00. Di situ kami mendirikan tenda dan bermalam sebelum menuju puncak Kerinci pada dini hari.
Jatuh Bangun Menuju Puncak
Minggu (1/1) kami mulai perjalan. Ramainya pendaki yang merayakan tahun baru semalam, ditambah dinginnya udara, membuat kami tak bisa terlelap. Pukul 03.00 dini hari kami bersiap untuk memulai pendakian ke puncak. Kondisi masih sangat gelap. Trek tidak terlihat.
Penerangan hanya berasal dari headlamp yang kami pakai di kepala masing-masing. Trek juga full terdiri atas bebatuan superterjal. Kami harus merayap dan berpegangan di batu-batu itu agar tidak jatuh merosot ke bawah.
Angin yang bertiup sangat kencang membuat suhu dingin makin menusuk. Meski sudah mengenakan jaket, sarung tangan, kupluk, dan buff, saya tetap menggigil hebat. Mendaki dalam cuaca dingin memang sangat berat. Tapi ini memang waktu yang paling tepat. Bila terlalu siang, asap belerang dari kawah akan naik.
Perjalanan dari selter 3 menuju puncak memakan waktu 2,5-3 jam, bergantung kecepatan masing-masing pendaki. Saya terlambat menggapai puncak Kerinci sebelum matahari terbit. Di tengah perjalanan menuju puncak, sunrise telah menyambut.
Meski lelah berjalan merangkak di medan yang susah dilalui, saya terus mendaki jalan terjal tersebut. Di ketinggian 3.685 mdpl terdapat Tugu Yudha yang dibuat untuk mengenang pendaki yang hilang di sana.
Tak lama kemudian, akhirnya saya tiba. Rasa lelah langsung terbayar. Saya langsung bersujud ketika kaki menginjak atap tertinggi Sumatera. Hanya 2meter dari situ, menganga lebar kawah aktif Kerinci yang megah (*/c5/na)
Jawa Pos
Sabtu, 21 Januari 2017
Komentar
Posting Komentar